Wednesday, May 03, 2006

Untuk Apa Aku Bekerja?

Serahkanlah kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu. ( 1Petrus 5:7)

Pernahkah Anda mengajukan pertanyaan seperti di atas kepada diri sendiri? Jika belum pernah, berhentilah sejenak mendaraskan renungan sederhana ini. Cobalah menjawab pertanyaan itu. (Ambil waktu hening sekitar lima menit)
Sekarang mari kita lanjutkan. Apakah Anda bekerja untuk mendapat sejumlah uang agar bisa bertahan hidup? Ya, kebanyakan kita memang seperti itu. Kita bekerja supaya tetap survive. Dan, bila hasil yang diperoleh berlebih, kita menabungnya untuk masa depan dan pendidikan anak-anak.
Tampaknya tujuan kita bekerja sedehana saja. Tapi, dalam masyarakat yang kapitalistis seperti sekarang, tujuan kerja menjadi amat kompleks. Disadari atau tidak, hampir semua kita bekerja tidak hanya supaya bisa bertahan hidup, tapi agar bisa meraup sebanyak mungkin uang. Uang jadi ‘dewa’ pekerjaan. Soalnya dengan uang kita bisa ikut menikmati buah-buah kapitalisme yang menyata dalam aneka jenis barang dan jasa yang bersifat konsumtif. Yaitu barang dan jasa yang menjadi cerminan prestise, gengsi, dan gaya hidup.
Ya, sekarang hampir semua orang bekerja agar tidak ketinggalan menikmati menu global sepeti KFC, McDonald, Pizza Hut, dan macam-macam lagi. Banyak yang bekerja agar bisa berbelanja barang-barang kebutuhan harian dan pakaian bermerk di berbagai supermarket. Atau supaya bisa memiliki barang-barang elektronik yang modis.
Pergeseran ‘makna’ dan tujuan kerja mempengaruhi cara pandang kita tentang manusia dan dunia, bahkan Tuhan. Kita cenderung mengukur dan memberi penghargaan terhadap sesama berdasarkan pekerjaannya. Kita menaruh respek lebih kepada orang yang bekerja di kantor, daripada yang bekerja di ladang, sawah atau sebagai buruh pabrik. Kita juga cenderung melihat sesama dalam satu perusahaan sebagai kompetitor, bukan lagi sebagai co-worker.
Dunia tak lagi dipandang sebagai ibu pertiwi, tapi lebih sebagai penyedia sumerdaya alam, yang mesti dikeruk habis-habisan. Kita tak lagi peduli dengan kelestarian lingkungan. Limbah dan sampah ditabur begitu sehingga lingkungan menjadi amat tercemar. Begitu pula dengan pandangan kita tentang Tuhan. Tuhan lebih cenderung dipandang sebagai sumber kemakmuran dan kesejahteraan dunia, bukan sebagai sumber keselamatan yang utuh dan sempurna, jiwa dan raga.

Business Wisdom:
Membangun diri sendiri lebih penting daripada memperoleh uang. ( Rober T. Kiyosaki)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home